KEBAHAGIAAN ADALAH DARI NURANI YANG IKHLAS MENJALANKAN TUGAS PENCIPTA DIRI DAN ALAM RAYA INI

Sabtu, 18 Juni 2011

Moral

Perjuangan siswa-siswi kelas VI kini telah berakhir. Hasil UN telah terbit. Seiring pelaksanaan UN tersebar pula berita di TV maupun internet tentang contek masal. Entah kebenarannya, yang pasti andai benar ada contek masal betapa berat beban moral seorang guru. Betapa tidak, guru yang setiap hari menanamkan, menyarankan, tentang kejujuran ternyata bisa "masal curang". Tapi semoga saja itu tidak benar.

Memperjuangkan keberhasilan siswa memang banyak cara, tapi bagi seorang guru yang benar-benar "digugu dan ditiru" pastilah selalu memperjuangkan keberhasilan siswa dengan SPORTIFITAS yang tinggi. Tidak mungkin seorang "digugu dan ditiru" mempertaruhkan mukanya sendiri dilumuri kotoran sapi. Tidak mungkin seorang yang "digugu dan ditiru" menjilati ludahnya sendiri sedang siswanya memandangi dengan jijik.

Prestasi tinggi yang dicapai hasil dari kecurangan tidak akan menimbulkan "kebanggaan" dalam dirinya. Sehebat apapun muka berusaha tersenyum bangga, dan mulut teriak "berhasil" tapi hati semakin tipis dengan senyuman  pahit yang semakin pahit. Semakin diteriakkan keberhasilan tersebut maka semakin pahit senyum di hatinya. Boleh jadi upaya curang adalah untuk menaikan nama, karna mungkin selama ini tidak punya nama, tidak punya muka. Tapi apalah artinya kalau yang ditampilkan adalah muka "topeng kotoran sapi" belaka? Boleh jadi kecurangan dilakukan karna dendam kesumat karna selama ini tidak bisa "mengalahkan si nomor I", tapi tidak adakah upaya cerdas yang pantas, yang bermoral, yang jantan, ksatria?????!!!!! dalam mengalahkan "si nomor I"???? Seharusnya yang dilakukan untuk mengalahkan si nomor I adalah dengan perbaiki diri dalam melaksanakan pembelajaran, pembimbingan, pembinaan dan pelayanan terhadap siswanya sendiri.

Kalau benar ada, yang melakukan kecurangan hanyalah manusia yang "wagu dan saru". Karena wagu maka dia menghalalkan segala cara sekalipun membodohi diri dan siswanya sendiri. Kalau dia guru yang "digugu dan ditiru" tidaklah mungkin merusak moral yang dibangunnya sendiri.

Begitulah manusia, memang benar "segala amal perbuatan tergantung pada niatnya". Orang yang mendaftarkan diri menjadi seorang guru dengan niat apa?!
 Wahai guru-guru sang pejuang moral, perjuangkanlah moral dalam dirimu sendiri kemudian perjuangkan dalam segala langkah hidupmu sehingga tidak perlu menodai moral dengan amoral.

Tidak ada komentar: